Selasa, 10 November 2015

LUKISAN TERMAHAL SEPANJANG SEJARAH

Lukisan-lukisan yang paling mahal di dunia biasanya disimpan di galeri dan museum di Eropa dan Amerika Serikat. Lukisan-lukisan tersebut sangat berharga, para penggemar seni pun bersedia menghabiskan jutaan dolar ketika lukisan tersebut dilelang. Beberapa lukisan mungkin terlihat sangat biasa dan mungkin juga bisa dibuat oleh anak SD, tetapi harganya bisa mencapai jutaan hanya karena mereka dilukis oleh seniman terkenal di dunia seperti Pablo Picasso. Berikut beberapa lukisan termahal di dunia sepanjang sejarah tersebut.

painting gambar lukisan pelukis artist art artwork


1. No. 5 1948
Lukisan karya Jayson Pollock yang dibuat pada tahun 1948, dan dibeli oleh David Martinez dari David Geffen sebesar $140.000.000, pada acara lelang yang diselenggarakan di New York City pada tanggal 2 November 2006. Sekarang harganya sudah mencapai $162.700.000.

2. Women III
Lukisan yang dibuat oleh seniman abstrak ekspresionis Willem de Kooning dan merupakan salah satu dari enam lukisan yang ia selesaikan antara tahun 1951 dan 1953. Tehram Museum of Contemporary Art Collection pada tahun 2006 menjualnya ke Steven Cohen seharga $137.500.000 dan saat ini sudah seharga $159.800.000.

3. Portrait of Adele Bloch Bauer
Lukisan karya dari Gustav Klimt dengan potret Adele Bloch Bauer sebagai objek. Dianggap sebagai salah satu karya terbesarnya, lukisan ini dijual kepada Ronald Lauder seharga  $135.000.000 dalam lelang yang diselenggarakan di New York City pada bulan Juni 2006. Saat ini, lukisan tersebut seharga $155.800.000.

4. Potrait of Dr. Gachet
Lukisan karya seniman Belanda Vincent Van Gogh, dengan potret Dr. Gachet. Karya ini diselesaikan pada tahun 1890 di Auvers dan dilelang dengan harga $82.500.000. Saat ini, lukisan tersebut sudah bernilai $149.500.000.

5. Dance at Le Moulin de la Galette
Lukisan Dance di Le Moulin de la Galette dilukis oleh seniman Perancis yang bernama Pierre Auguste Renoir pada tahun 1876. Perkiraan harga lukisan tersebut adalah $141.500.000. Lukisan tersebut sekarang berada di Museum Orsay, Paris.
 

BAPAK SENI LUKIS MODERN INDONESIA


Dia pionir yang mengembangkan seni lukis modern khas Indonesia. Pantas saja komunitas seniman, menjuluki pria bernama lengkap Sindudarsono Sudjojono yang akrab dipanggil Pak Djon iini dijuluki Bapak Seni Lukis Indonesia Baru. Dia salah seorang pendiri Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) di Jakarta tahun 1937 yang merupakan awal sejarah seni rupa modern di Indonesia.

gambar lukisan paintings lukis sketsa


Sindudarsono Sudjojono 

Pelukis besar kelahiran Kisaran, Sumatra Utara, 14 Desember 1913, ini sangat menguasai teknik melukis dengan hasil lukisan yang berbobot. Dia guru bagi beberapa pelukis Indonesia. Selain itu, dia mempunyai pengetahuan luas tentang seni rupa. Dia kritikus seni rupa pertama di Indonesia.

Ia seorang nasionalis yang menunjukkan pribadinya melalui warna-warna dan pilihan subjek. Sebagai kritikus seni rupa, dia sering mengecam Basoeki Abdullah sebagai tidak nasionalistis, karena melukis 
perempuan cantik dan pemandangan alam. Sehingga Pak Djon dan Basuki dianggap sebagai musuh bebuyutan, bagai air dan api, sejak 1935.

Tapi beberapa bulan sebelum Pak Djon meninggal di Jakarta, 25 Maret 1985, 
pengusaha Ciputra mempertemukan Pak Djon dan Basuki bersama 
Affandi dalam pameran bersama di Pasar Seni Ancol, Jakarta. Sehingga 
Menteri P&K Fuad Hassan, ketika itu, menyebut pameran bersama ketiga raksasa seni lukis itu merupakan peristiwa sejarah yang penting.

Pak Djon lahir dari keluarga transmigran asal Pulau Jawa, buruh perkebunan di Kisaran, 
Sumatera Utara. Namun sejak usia empat tahun, ia menjadi anak asuh. Yudhokusumo, seorang guru HIS, tempat Djon kecil sekolah, melihat kecerdasan dan bakatnya dan mengangkatnya sebagai anak. Yudhokusumo, kemudianmembawanya ke Batavia tahun 1925.

Djon menamatkan HIS di Jakarta. Kemudian SMP di Bandung dan SMA Taman Siswa di 
Yogyakarta. Dia pun sempat kursus montir sebelum belajar melukis pada RM Pirngadie selama beberapa bulan dan pelukis Jepang Chioji Yazaki di Jakarta.

Bahkan sebenarnya pada awalnya di lebih mempersiapkan diri menjadi guru daripada pelukis. Dia sempat mengajar di Taman Siswa. Setelah lulus Taman Guru di Perguruan Taman Siswa 
Yogyakarta, ia ditugaskan
Ki Hajar Dewantara untuk membuka sekolah baru di Rogojampi, Madiun tahun 1931.

Namun, Sudjojono yang berbakat melukis dan banyak membaca tentang seni lukis modern Eropa, itu akhirnya lebih memilih jalan hidup sebagai pelukis. Pada tahun 1937, dia pun ikut pameran bersama pelukis Eropa di Kunstkring Jakarya, Jakarta. Keikutsertaannya pada pameran itu, sebagai awal yang memopulerkan namanya sebagai pelukis.

Bersama sejumlah pelukis, ia mendirikan Persagi (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia), 1937. Sebuah serikat yang kemudian dianggap sebagai awal seni rupa modern Indonesia. Dia sempat menjadi sekretaris dan juru bicara Persagi.

Sudjojono, selain piawai melukis, juga banyak menulis dan berceramah tentang pengembangan seni lukis modern. Dia menganjurkan dan menyebarkan gagasan, pandangan dan sikap tentang lukisan, pelukis dan peranan seni dalam masyarakat dalam banyak tulisannya. Maka, komunitas pelukis pun memberinya predikat: Bapak Seni Lukis Indonesia Baru.

Lukisannya punya ciri khas kasar, goresan dan sapuan bagai dituang begitu saja ke kanvas. Objek lukisannya lebih menonjol pada pemandangan alam, sosok manusia, serta suasana. Pemilihan objek itu lebih didasari hubungan batin, cinta, dan simpati sehingga tampak bersahaja. Lukisannya yang monumental antara lain berjudul: Di Depan Kelambu Terbuka, Cap Go Meh, Pengungsi dan Seko.

Dalam komunitas seni-budaya, kemudian Djon masuk Lekra, lalu masuk PKI. Dia sempat terpilih mewakili partai itu di parlemen. Namun pada 1957, ia membelot. Salah satu alasannya, bahwa buat dia eksistensi Tuhan itu positif, sedangkan PKI belum bisa memberikan jawaban positif atas hal itu. Di samping ada alasan lain yang tidak diungkapkannya yang juga diduga menjadi penyebab Djon menceraikan istri pertamanya, Mia Bustam. Lalu dia menikah lagi dengan 
penyanyi 
penyanyi Seriosaseriosa, Rose Pandanwangi. Nama isterinya ini lalu diabadikannya dalam nama Sanggar Pandanwangi. Dari pernikahannya dia dianugerahi 14 anak.

Di tengah kesibukannya, dia rajin berolah raga. Bahkan pada masa mudanya, Djon tergabung dalam kesebelasan Indonesia Muda, sebagai kiri luar, bersama Maladi (bekas 
Menteri penerangan dan olah raga) sebagai kiper dan Pelukis Rusli kanan luar.

Itulah Djon yang sejak 1958 hidup sepenuhnya dari lukisan. Dia juga tidak sungkan menerima pesanan, sebagai suatu cara profesional dan halal untuk mendapat uang. Pesanan itu, juga sekaligus merupakan kesempatan latihan membuat bentuk, warna dan komposisi.

Ada beberapa karya pesanan yang dibanggakannya. Di antaranya, pesanan pesanan Gubernur DKI, yang melukiskan adegan pertempuran Sultan Agung melawan Jan Pieterszoon Coen, 1973. Lukisan ini berukuran 300310 meter, ini dipajang di Museum DKI Fatahillah.

Secara profesional, penerima Anugerah Seni tahun 1970, ini sangat menikmati kepopulerannya sebagai seorang pelukis ternama. Karya-karyanya diminati banyak orang dengan harga yang sangat tinggi di biro-biro lelang luar negeri. Bahkan setelah dia meninggal pada tanggal 25 Maret 1985 di Jakarta, karya-karyanya masih dipamerkan di beberapa tempat, antara lain di: Festival of Indonesia (USA, 1990-1992); Gate Foundation (Amsterdam, Holland, 1993); Singapore Art Museum (1994); Center for Strategic and International Studies (Jakarta, Indonesia, 1996); ASEAN Masterworks (Selangor, Kuala Lumpur, Malaysia, 1997-1998). 



AFFANDI


gambar lukisan sketsa painting lukis pelukis

Dari segi pendidikan, putra Cirebon kelahiran Cirebon tahun 1907 ini termasuk seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi generasinya yang kelahiran 1907, memperoleh pendidikan H.I.S, MULO, dan selanjutnya tamat dari A.M.S, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir anak negeri. Namun bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain dalam kehidupannya, dan memang telah menjadikan namanya tenar sama dengan tokoh atau pemuka bidang lainnya.

Ketika Republik ini diproklamasikan 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-gerbong kereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain "Merdeka atau mati!". Kata-kata itu diambil dari penutup pidato 
Bung Karno 'Lahirnya Pancasila', 1 Juni 1945. Saat itulah, 
Affandi mendapat tugas membuat poster. Poster itu idenya dari 
Bung Karno, gambar orang yang dirantai tapi rantai itu sudah putus. Yang dijadikan model pelukis Dullah. Lalu kata-kata apa yang harus ditulis di poster itu? Kebetulan muncul 
penyair 
Chairil Anwar. Soedjojono menanyakan kepada Chairil, maka dengan enteng Chairil ngomong: "BUNG, AYO BUNG!"

Dan selesailah poster bersejarah itu. Sekelompok pelukis siang malam memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-daerah. Dari mana kah Chairil memungut kata-kata itu? Ternyata kata-kata itu, biasa diucapkan oleh pelacur-pelacur di Jakarta yang menawarkan dagangannya pada jaman itu.

Bakat melukis yang menonjol pada dirinya pernah enorehkan cerita menarik dalam kehidupannya. Suatu saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah melukis di Santiniketan, India, suatu Akademi yang didirikan oleh Rabindranath Tagore. Ketika telah tiba di India, dia ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang sudah tidak memerlukan pendidikan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling negeri India.

Sepulang dari India, Eropa, pada tahun limapuluhan, 
Affandi dicalonkan oleh PKI untuk mewakili orang-orang tak berpartai dalam pemilihan Konstituante. Dan terpilihlah dia, seperti Frof. Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb untuk mewakili orang-orang tak berpartai. Dalam sidang konstituante, menurut Basuki Resobowo yang teman pelukis juga, biasanya katanya 
Affandi cuma diam, kadang-kadang tidur. Tapi ketika sidang komisi, Affandi angkat bicara. Dia masuk komisi Perikemanusiaan (mungkin sekarang HAM) yang dipimpin Wikana, teman dekat Affandi juga sejak sebelum revolusi.

Lalu apa topik yang diangkat Affandi? "Kita bicara tentang Perikemanusiaan, lalu bagaimana tentang Perikebinatangan?" demikianlah dia memulai orasinya. Tentu saja yang mendengar semua tertawa ger-geran. Affandi bukan orang humanis biasa. Pelukis yang suka pakai sarung, juga ketika dipanggil ke istana semasa Suharto masih berkuasa dulu, intuisinya sangat tajam. Meskipun hidup di jaman teknologi yang sering diidentikkan jaman modern itu, dia masih sangat dekat dengan fauna, flora dan alam semesta ini. Ketika Affandi mempersoalkan 'Perikebinatangan' tahun 1955, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup masih sangat rendah.

Affandi juga termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), organisasi kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rezim 
Soeharto. Dia bagian seni rupa Lembaga Seni Rupa) bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan sebagainya.

Pada tahun enampuluhan, gerakan anti imperialis AS sedang mengagresi Vietnam cukup gencar. Juga anti kebudayaan AS yang disebut sebagai 'kebudayaan imperialis'. Film-film Amerika, diboikot di negeri ini. Waktu itu Affandi mendapat undangan untuk pameran di gedung USIS Jakarta. Dan Affandi pun, pameran di sana.

Ketika sekelompok pelukis Lekra berkumpul, ada yang mempersoalkan. Mengapa Affandi yang pimpinan Lekra kok pameran di tempat perwakilan agresor itu. Menanggapi persoalan ini, ada yang nyeletuk: "Pak Affandi memang pimpinan Lekra, tapi dia tak bisa membedakan antara Lekra dengan Lepra!" kata teman itu dengan kalem. Karuan saja semua tertawa.

Dalam perjalanannya berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut aliran ekspresionisme atau abstrak. Sehingga seringkali lukisannya sangat sulit dimengerti oleh orang lain terutama oleh orang yang awam tentang dunia seni lukis jika tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal demikianlah yang menambah daya tariknya.

Affandi memang hanyalah salah satu pelukis besar Indonesia bersama pelukis besar lainnya seperti 
Raden Saleh, Basuki Abdullah dan lain-lain. Namun karena berbagai kelebihan dan keistimewaan karya-karyanya, para pengagumnya sampai menganugerahinya berbagai sebutan dan julukan membanggakan antara lain seperti julukan Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia bahkan julukan Maestro. Adalah Koran International Herald Tribune yang menjulukinya sebagai Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia, sementara di Florence, Italia dia telah diberi gelar Grand Maestro.

Berbagai penghargaan dan hadiah bagaikan membanjiri perjalanan hidup dari pria yang hampir seluruh hidupnya tercurah pada dunia seni lukis ini. Di antaranya, pada tahun 1977 ia mendapat Hadiah Perdamaian dari International Dag Hammershjoeld. Bahkan Komite Pusat Diplomatic Academy of Peace PAX MUNDI di Castelo San Marzano, Florence, Italia pun mengangkatnya menjadi anggota Akademi Hak-Hak Azasi Manusia.

Dari dalam negeri sendiri, tidak kalah banyak penghargaan yang telah diterimanya, di antaranya, penghargaan "Bintang Jasa Utama" yang dianugrahkan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1978. Dan sejak 1986 ia juga diangkat menjadi Anggota Dewan Penyantun ISI (Institut Seni Indonesia) di
Yogyakarta. Bahkan seorang 
penyair Angkatan 45 sebesar 
Chairil Anwar pun pernah menghadiahkannya sebuah sajak yang khusus untuknya yang berjudul Kepada Pelukis Affandi.

Untuk menghargai karya-karya besarnya, berbagai lembaga atau yayasan juga berusaha mengabadikan kenang-kenangan pelukis besar ini. Pada tahun 1976, Prix International Dag Hammerskjoeld telah menerbitkan sebuah buku kenang-kenangan tentang "Affandi". Buku setebal 189 halaman lebih itu diterbitkan dalam 4 bahasa, yaitu dalam bahasa Inggris, Belanda, Perancis, dan Indonesia. Demikian juga Penerbitan Yayasan Kanisius, telah menerbitkan sebuah buku tentang Affandi karya Nugraha Sumaatmadja pada tahun 1975.

Begitu pula dalam rangka memperingati 70 tahun Affandi pada tahun 1978, Dewan Kesenian Jakarta pun menerbitkan buku "Affandi 70 Tahun" susunan Ajip Rosidi, Zaini, Sudarmadji. Dan dalam rangka memperingati 80 tahun Affandi di tahun 1987, Yayasan Bina Lestari Budaya Jakarta, menerbitkan sebuah buku tentang "Affandi". Buku yang disusun oleh Raka Sumichan dan 
Umar Kayam setebal 222 halaman lebih itu diterbitkan dalam dua bahasa yakni bahasa Inggris dan Indonesia.

Untuk mendekatkan dan memperkenalkan karya-karyanya kepada para pecinta seni lukis, Affandi sering mengadakan pameran di berbagai tempat. Di negara India, dia telah mengadakan pameran keliling ke berbagai kota. Demikian juga di berbagai negara di Eropa, Amerika serta Australia. Di Eropa, ia telah mengadakan pameran antara lain di London, Amsterdam, Brussels, Paris dan Roma. Begitu juga di negara-negara benua Amerika seperti di Brazilia, Venezia, San Paulo, dan Amerika Serikat. Hal demikian jugalah yang membuat namanya dikenal di berbagai belahan dunia.

Meski sudah melanglangbuana ke berbagai negara, Affandi dikenal sebagai sosok yang sederhana dan suka merendah. Pelukis yang kesukaannya makan nasi dengan tempe bakar ini mempunyai idola yang terbilang tak lazim. Orang-orang lain bila memilih wayang untuk idola, biasanya memilih yang bagus, ganteng, gagah, bijak, seperti; Arjuna, Gatutkaca, Bima atau Werkudara, Kresna.

Namun, Affandi memilih Sokasrana yang wajahnya jelek namun sangat sakti. Tokoh wayang itu menurutnya merupakan perwakilan dari dirinya yang jauh dari wajah yang tampan. Meskipun begitu, Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Deparpostel) mengabadikan wajahnya dengan menerbitkan prangko baru seri tokoh seni/artis Indonesia. Menurut Helfy Dirix (cucu tertua Affandi) gambar yang digunakan untuk perangko itu adalah lukisan self portrait Affandi tahun 1974, saat Affandi masih begitu getol dan produktif melukis di museum sekaligus kediamannya di tepi Kali Gajahwong 
Yogyakarta.

Kesederhanaan cara berpikirnya terlihat saat suatu kali, Affandi merasa bingung sendiri ketika kritisi Barat menanyakan konsep dan teori lukisannya. Oleh para kritisi Barat, lukisan Affandi dianggap memberikan corak baru aliran ekspresionisme. Tapi ketika itu justru Affandi balik bertanya, ''Aliran apa itu?''.

Bahkan hingga saat tuanya, Affandi membutakan diri dengan teori-teori. Bahkan ia dikenal sebagai pelukis yang tidak suka membaca. Baginya, huruf-huruf yang kecil dan renik dianggapnya momok besar.

Bahkan, dalam keseharian, ia sering mengatakan bahwa dirinya adalah pelukis kerbau, julukan yang diakunya karena dia merasa sebagai pelukis bodoh. Mungkin karena kerbau adalah binatang yang dianggap dungu dan bodoh.

Sikap ''sang maestro'' yang tidak gemar berteori dan lebih suka bekerja secara nyata ini dibuktikan dengan kesungguhan dirinya menjalankan profesi sebagai pelukis yang tidak cuma musiman pameran. Bahkan terhadap bidang yang dipilihnya, dia tidak overacting.

Misalnya jawaban Affandi setiap kali ditanya kenapa dia melukis. Dengan enteng, dia menjawab, ''Saya melukis karena saya tidak bisa mengarang, saya tidak pandai omong. Bahasa yang saya gunakan adalah bahasa lukisan.'' Bagi Affandi, melukis adalah bekerja. Dia melukis seperti orang lapar. Sampai pada kesan elitis soal sebutan pelukis, dia hanya ingin disebut sebagai ''tukang gambar''.

Lebih jauh ia berdalih bahwa dirinya tidak cukup punya kepribadian besar untuk disebut seniman, dan ia tidak meletakkan kesenian di atas kepentingan keluarga. ''Kalau anak saya sakit, saya pun akan berhenti melukis,'' ucapnya.

Dari segi produktifitas, Affandi termasuk pelukis yang cukup produktif. Menurut Affandi sendiri, dia telah melukis lebih dari 2.000 buah lukisan dan sekitar 300 buah lukisan koleksi pribadinya kini disimpan di Museum Affandi, Jogyakarta. Museum yang diresmikan oleh Fuad Hassan, 
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu dalam sejarahnya telah pernah dikunjungi oleh Mantan 
Presiden Soeharto dan Mantan Perdana 
Menteri Malaysia Dr. Mahathir Mohammad pada Juni 1988 kala keduanya masih berkuasa. Museum ini didirikan tahun 1973 di atas tanah yang menjadi tempat tinggalnya.

Sampai ajal menjemputnya pada Mei 1990, ia tetap menggeluti profesi sebagai pelukis. Kegiatan yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia dikuburkan tidak jauh dari Museum yang didirikannya itu.

Saat ini, terdapat sekitar 1.000-an lebih lukisan di Museum Affandi, dan 300-an di antaranya adalah karya Affandi. Lukisan-lukisan Affandi yang dipajang di galeri I adalah karya restropektif yang punya nilai kesejarahan mulai dari awal karirnya hingga selesai, sehingga tidak dijual. Sedangkan galeri II adalah lukisan teman-teman Affandi baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal seperti Basuki Abdullah, Popo Iskandar, Hendra, Rusli, Fajar Sidik, dan lain-lain. Adapun galeri III berisi lukisan-lukisan keluarga Affandi.

Di dalam galeri III yang selesai dibangun tahun 1997, saat ini terpajang lukisan-lukisan terbaru 
Kartika Affandi yang dibuat pada tahun 1999. Lukisan itu antara lain "Apa yang Harus Kuperbuat" (Januari 99), "Apa Salahku? Mengapa ini Harus Terjadi" (Februari 99), "Tidak Adil" (Juni 99), "Kembali Pada Realita Kehidupan, Semuanya Kuserahkan KepadaNya" (Juli 99), dan lain-lain. Ada pula lukisan Maryati, Rukmini Yusuf, serta Juki Affandi.

Kamis, 29 Oktober 2015

FRIDA KAHLO


Frida Kahlo (1907-1954) adalah seorang pelukis perempuan yang terkenal karenan lukisan-lukisan self portrait atau potret dirinya. Frida Kahlo menjadi salah satu figur penting dalam dunia seni lukis moderen karena karya-karyanya memiliki ciri khas dan nilai tersendiri yang membuatnya menjadi inspirator bagi banyak seniman di dunia hingga sekarang. 

Frida Kahlo lahir di Meksiko 6 Juli, 1907. Sebelum memulai karir melukis, Frida adalah seorang mahasiswi kedokteran. Sampai pada tanggal 17 September 1925 Dia mengalami kecelakaan serius yang menyebabkan trauma fisik seumur hidup. Pasca kecelakaan tersebut Frida membutuhkan waktu yang panjang untuk kembali pulih. Frida meninggalkan studinya dan mengisi kegiatanya dengan melukis diatas tempat tidur selama berbulan-bulan. Dari sinilah karir melukisnya dimulai.

gambar lukisan sketsa dan seputar seni rupa
Frida Kahlo

Dalam melukis Frida banyak dipengaruhi orang-orang disekitarnya, salah satunya adalah Diego Rivera, seorang pelukis kenamaan Meksiko yang pada akhirnya menjadi suaminya. Lukisan Kahlo juga dipengaruhi budaya Meksiko dengan ciri memberi warna-warna cerah dan tegas, simbol-simbol adat serta unsur-unsur keagamaan Kristen dan Yahudi.

Sepanjang karirnya Kahlo menghasilkan 140 karya lukisan dan puluhan gambar serta sketsa. 55 karya lukisanya adalah potret diri yang sering menggabungkan penggambaran simblis atau fantasi dengan trauma fisik dan psikis yang dialaminya semasa hidup. Meskipun demikian Kahlo menolak jika karyanya disebut karya fantasi atau lukisan mimpi, Kahlo mengatakan "I never painted dreams, I painted my own reality" ( Saya tidak pernah melukis mimpi-mimpi, saya melukis kenyataan di kehidupan saya.)

Berikut adalah beberapa karya lukisan Frida Kahlo.


Self portrait with necklace of thorns.

gambar lukisan sketsa dan seputar seni rupa

Lukisan ini merupakan lukisan yang paling ikonik dari seorang Frida Kahlo. Dilukis pada tahun 1940 diatas kanvas berukuran 61.25 cm x 47 cm. Menggambarkan dirinya sendiri mengenakan kalung dari duri dan burung kolibri hitam, diapit monyet dan jaguar serta kupu-kupu diatas kepalanya. Beberapa kurator meyakini bahwa lukisan ini memiliki arti spiritualisme. Baju putih dan kalung duri yang melukai leher hingga berdarah, erat kaitanya dengan simbol-simbol di agama Nasrani.
Kini lukisan ini menjadi bagian dari koleksi Nickolas Muray yang berada di Harry Ransom Center, Universitas Texas AS.


Without hope.

gambar lukisan sketsa dan seputar seni rupa

Dilukis pada tahun 1945, Without Hope adalah lukisan yang menggambarkan Kahlo terbaring diatas tempat tidur dengan corong yang berisi makanan dan tengkorak manusia. Lukisan ini merefleksikan rasa keputusasaan yang dialami Kahlo pada saat dirinya didiagnosis dokter mengidap sejumlah penyakit dan harus menjalani serangkain operasi serta diet penggemukan badan. Pada bagian belakang lukisan ini Kahlo menuliskan "Not the least hope remain to me... Everything move in time with what the belly contains." ( Tidak ada harapan yang tersisa untukku... Semua dilalui dengan makanan-makanan.).


Self portrait as a Tehuana

gambar lukisan seni rupa dan seputar seni rupa

Berukuran 2 m x 2 m, lukisan ini menggambarkan Kahlo mengenakan kostum adat Meksiko, tehuana. Pada bagian dahi dia melukis wajah suaminya, Diego Rivera sebagai benntuk simbol kecintaanya. Lukisan ini kini menjadi bagian dari koleksi Gelman, Mexico City.



My Grandparent, My Parent and I


gambar lukisan sketsa dan seputar seni rupa

Lukisan ini menggambarkan silsilah keluarga Kahlo. Dia melukis dirinya sendiri sebagai janin yang masih berada di kandungan sang ibu. Latar bagian kiri lukisan terdapat gambar pegunungan yang merupakan simbol Meksiko tempat kelahiran ibunya, sedangkan latar di bagian kanan terdapat gambar lautan sebagai simbol dari asal ayahnya yang merupakan imigran dari Jerman. Lukisan ini merupakan wujud kebanggan Kahlo akan silsilahnya sebagai keturunan Yahudi Jerman dari sang ayah dan keturunan Meksiko dari sang ibu. Lukisan ini dibuat sebagai kritik pasca Hitler membuat aturan larangan pernikahan antar ras di Jerman yang menjadi isu global pada saat itu.





Sabtu, 24 Oktober 2015

MENGGAMBAR SKETSA

 

Hello! selamat datang di blog saya. Pada blog ini saya akan mencoba berbagi berbagai yang berkaitan dengan seni rupa berdasarkan pengalaman dan ilmu yang saya dapat. Semoga bermanfaat bagi anda.



MENGGAMBAR SKETSA
Sketsa atau dalam bahasa inggris sketch dapat diartikan menjadi dua hal yaitu gambar rancangan atau kisi-kisi dan gambar ekspresif yang berdiri sendiri. Unsur paling penting dalam menggambar sketsa adalah garis atau coretan. Garis-garis pada sketsa sangat mempengaruhi hasil akhir sebuah gambar. Garis-garis pada gambar sketsa merupakan unsur utama bagi penggambar untuk menyampaikan pesan ekspresi dari sebuah objek baik itu nyata maupun yg tidak nyata kedalam bentuk gambar.
Berikut adalah contoh gambar sketsa karya beberapa seniman besar.

Pablo Picasso

gambar lukisan sketsa dan seputar seni rupa





Vincent Van Gogh


gambar lukisan sketsa dan seputar seni rupa





Leonardo da Vinci

gambar lukisan sketsa dan seputar seni rupa




Martin Schongauer

gambar lukisan sketsa dan seputar seni rupa





Saya tidak mahir menggambar sketsa namun pada waktu-waktu luang saya sering melakukanya, saya senang mentransfer ekspresi sebuah objek kedalam sebuah gambar. Saya tidak bisa konsisten dalam menggambar sketsa, kadang stroke-nya bisa sangat halus jika sedang tenang, kadang bisa kasar dan cenderung ngawur saat suasana kalut. Tapi disitulah letak kenikmatan menggambar sketsa bagi saya. Seperti sebuah saluran keluar segala macam hal pikiran, perasaan, ide, bahkan sampah yang ada di kepala dan hati. 
Saya tidak terlalu mementingkan media yang saya gunakan saat menggambar sketsa karena memang saya tidak pernah terlalu serius saat melakukan kegiatan ini. Apa yg ada ditangan entah itu pena, pensil atau charcoal itu yg saya gunakan. "Killing time thing" mungkin itu ungkapan yg tepat, hanya sekedar kesenangan untuk menghabiskan waktu-waktu senggang. 
Berikut adalah beberapa gambar sketsa yang tampak "seadanya" buah tangan saya. Jauh jika dibandingkan dengan gambar sketsa yang ada diatas hehehe...


gambar lukis sketsa dan seputar seni rupa



Seperti yang saya utarakan diatas, saat saya ingin menggambar, saya akan menggambar dengan apa yang saat itu ada ditangan saya. Berikut adalah gambar sketsa yang saya buat dengan media pena dan kertas tisu dengan tehnik pointilsm.



gambar lukisan sketsa dan seputar seni rupa



gambar lukisan sketsa dan seputar seni rupa